Pada akhir bulan Sya'ban satu atau dua hari menjelang Ramadan, masyarakat di Jawa Barat khususnya suka melakukan tradisi munggahan.
Banyak yang memaknai munggahan sebagai pengingat akan datangnya Ramadan. Secara umum makna dalam melestarikan sebuah tradisi itu boleh-boleh saja bahkan bisa dipandang baik tetapi jangan berlebihan dalam mengimplementasikannya. Sedangkan sumber lainnya menyebutkan tradisi jangan langsung dianggap buruk.
Tradisi munggahan, bagi masyakarat Sunda biasanya diisi dengan berkumpul bersama keluarga, makan bersama, saling bermaaf-maafan, dan berdoa bersama.
Baca Juga: Bulan Sya'ban Sejarah Turunnya Ayat Perintah Shalawat Nabi SAW
Baca Juga: Hikmah Isra Mi'raj Sucikan Jiwa Raga untuk Mencapai Islam yang Paripurna
Selain itu, sebagian umat Islam mengunjungi tempat wisata bersama keluarga, bersilaturahmi, berziarah ke makam keluarga dan sedekah munggahan.
Jadi, tradisi munggahan di atas berarti perihal perubahan ke arah yang lebih baik yaitu sebagai langkah persiapan pembiasaan terpuji dari bulan Sya'ban menuju Ramadhan.
Tujuannya untuk meningkatkan kualitas iman kita saat sedang berpuasa dibulan Ramadhan. Masyarakat meyakini tradisi munggahan bermaksud menggugah semangat untuk menjalani puasa Ramadhan yang akan dihadapi.
Baca Juga: Hisab dan Rukyat, Ketunggalan Terpisah Istilah dan Tata Cara
Baca Juga: Dzikrullah, Solusi Bagi Penyakit Salah Kelola Kaderisasi Politik dan Birokrasi
Selamat datang bulan ramadhanSelamat datang bulan Al-Quran. Mari kita bergembira. Sambut bulan yang mulia.
مَرْحَبًا يَا رَمَضَان # مَرْحَبًا شَهْرُ الصِّيَاممَرْحَبًا يَا رَمَضَان # مَرْحَبًا شَهْرُ الْقُرْآن
(Penulis : Abdul Munawar, Guru PAI SMPS 2 Al Muhajiri Kabupaten Purwakarta)
Artikel Terkait
Pemerintah Pantau Hilal di 123 Titik Guna Tentukan Awal Ramadan 1444 H
Menjelang Ramadan Satpol PP Kabupaten Purwakarta Bersih-Bersih Penyakit Masyarakat
Arab Saudi Tetapkan 1 Ramadan 1444 H Jatuh Pada Kamis 23 Maret 2023 Indonesia diputuskan Nanti Malam
Pegawai SPBU Viral Menangis Kehilangan Pekerjaan Akibat Tetesan Bensin Bertemu dengan Dedi Mulyadi
Pawon Teh Arin, Saksi Perjuangan Seorang Ibu Besarkan 3 Anak Yatim